Stop 7 Kesalahan Agar Anak Terampil dan Mandiri
Disadur oleh : Ibu Anas (Guru Kelompok A), Ibu Tati dan Ibu Yati
- Memaksa anak menghentikan aktivitasnya.
Anak usia prasekolah belum paham konsep waktu. Sayang, umumnya orang tua malah menyuruh anak untuk menghentikan aktivitasnya. Hal ini akan membuat anak jadi tak punya otoritas terhadap diri sendiri. Berilah kesempatan bagi anak untuk mengatur jadwalnya, dan beri pengertian tentang pentingnya menepati jadwal tersebut. - Meyuapi makan.
Acara makan sering menjadi ajang bertengkar karena orang tua memaksa anak untuk makan. Akibatnya, anak akan mengasosiasikan acara makan sebagai acara yang tak menyenangkan, dan makannya malah makin susah. Sebaiknya, terangkan pada anak bahwa makan itu penting. Tak usah memaksa, taruh saja piring makanan di sebelahnya dan minta ia makan bila sudah selesai beraktivitas. Atau, sediakan saja cemilan sehat yang mengandung gizi cukup. Setelah mereka bilang lapar, baru sediakan nasi beserta lauk pauk lengkap. - Tidak menanggapi ajakan berkomunikasi.
Sering karena kesibukannya, orang tua “mengusir” anak yang ingin ngobrol. Bila hal ini terus terjadi maka rasa ingin tahu anak akan terkikis, anak menjadi malas bertanya, bahkan jadi apatis. Pada tiap kesempatan, dia tetap saja malas buka mulut karena tumbuh perasaan, ia mengganggu orang tua. Di lain pihak, orang tua maunya anak selalu ingin tahu. Sebaiknya buatlah kesepakatan dengan anak , misal,”Lima menit lagi, ya?” Konsekuenlah dengan waktu yang telah disepakati. Sehingga, anak terlatih kesabarannya tanpa kehilangan kesempatan berkomunikasi dengan orang tua. - Melarang tanpa menjelaskan.
Sering terjadi, orang tua melarang sesuatu tanpa memberitahu alasan dan menerangkan fungsinya dengan benar. Contoh, anak memotong kertas dengan gunting kain. Serta merta orang tua merebut gunting,”Ini bukang gunting mainan!” Terangkan sesuatu dengan menunjukkan fungsi sebenarnya dan memperagakannya. Ingat, di usia prasekolah, rasa ingin tahu anak sangat besar dan cenderung senang pada sesuatu yang jarang diekspos dan semakin tergoda untuk mecoba. - Menunggui anak di sekolah.
Biasanya para ibu berdalih anaknya belum siap ditinggal. Padahal, bila anak tahu bahwa ibunya “tak rela” meninggalkannya, ia akan merasa cemas dan menjadi rewel. Rasa percaya diri anak juga menjadi tidak berkembang. Padahal di usia prasekolah, penting bagi anak untuk punya kemampuan mengatur dirinya sendiri. Hentikan saja kegiatan menunggui anak di sekolah. Lakukan secara bertahap. Misalnya, hanya 15 menit pertama saja ditunggui, setelah itu tinggalkan. - Memberi banyak mainan tapi tak pernah menemani bermain.
Sering orangtua berdalih, “Toh, anak sudah dibelikan mainan yang bersifat edukatif.” Padahal, tanpa pendampingan orangtua, anak tak mampu mengerti fungsi mainan tersebut. Apa pun jenis mainan yang diberikan kepada anak, tak jadi soal. Yang penting anak didampingi agar orangtua biasa menyampaikan pesan-pesan kepada anak melalui mainan tersebut. Terlebih diusia prasekolah dimana penanaman nilai-nilai sosial banyak diperkenalkan, mainan bisa menjadi media yang efektif. - Anak tak dibiasakan memilih.
Di usia 4 tahun, anak mulai punya dorongan untuk melakukan apa-apa sendiri. Tetapi karena masih belajar, tentu butuh bimbingan orangtua. Yang paling baik, anak diberikan pilihan-pilihan, lalu ajarkan ia untuk bertanggungjawab pada pilihannya. Namun kerap terjadi, orangtua bertindak sebaliknya. Anak jadi tidak bisa menentukan pilihan dan selalu mengekor kepada pilihan dan keputusan orang lain. Contoh, memilih baju yang akan dipakainya. Bila orangtua khawatir pilihan anak tidak cocok, maka orangtua bisa memberikan alternative pilihan, “Kakak mau pakai kaos merah atau blus kembang-kembang kuning ini?” kelak anak akan terlatih untuk mandiri dan anak merasa dihargai karena boleh memilih dan dipercaya menjalankan pilihannya.
( Sumber : Lembaga Psikologi Terapan Citra, LPT Citra, tahun 2010)